Konnichiwa... Mina-san....
Gomen ne baru muncul lagi sekarang setelah sekian lama menghilang...
He... he...
Met ngebaca yah ^^
Gomen ne baru muncul lagi sekarang setelah sekian lama menghilang...
He... he...
Met ngebaca yah ^^
Aku tidak tau berapa lama aku pingsan, ketika tersadar aku berada
dikamar yang dindingnya berwarna putih bersih, ini bukan kamarku, karena
dinding kamarku berwarna pink lembut dan bergambar motif bunga sakura,
karena aku sangat menyukai bunga sakura, dan suatu saat aku berharap bisa
melihat bunga itu secara langsung. Tapi harapan itu tidak mungkin terjadi
dengan keadaanku sekarang. Ruang disekelilingku berwarna putih pucat dan ini
membuat hatiku tidak nyaman, aku sangat ketakutan
“aduh... aku dimana?”ujarku pada diriku sendiri. Aku menyentuh
hidungku, ternyata terpasang selang oksigen, aku menoleh kesampingku dan
melihat cairan infus menetes sedikit demi sedikit kemudian mengalir ketubuhku
melalui jarum infus yang terpasang di nadi tangan kiri ku, aku menoleh ke monitor
yang ada disamping kepalaku, ternyata itu adalah monitor dan alat yang
digunakan untuk mendeteksi denyut jantungku, ternyata aku dirumah sakit.
Aku melihat
pintu kamar dimana aku dirawat terbuka dengan perlahan, dan tidak lama kemudian
seorang dokter berusia 40-an dan
berwajah tampan masuk keruang perawatanku, disusul seorang suster berwajah
manis yang aku taksir berusia 25-an langsung mendekati dan memeriksa keadaanku
begitu menyadari aku sudah sadar.
“Mai, gimana keadaanmu?” om Hendri mendekati dan menyapaku,
sambil memeriksa keadaanku, om Hendri mengajakku berbicara dan mengajakku untuk
bercerita banyak tentang semua hal yang aku lakukan belakangan ini, dengan
tersenyum malu dan agak tersendat-sendat aku bercerita tentang semua yang aku
lakukan belakangan ini, termasuk tentang kencanku hari ini bersama kak Arie. ‘Tapi
ngomong-ngomong tentang kencan, dimana boneka pemberian kak Arie tadi ya...
kenapa gak ada? Ah... mungkin kak Arie yang menyimpannya’. Aku berujar dalam
hatiku. Om Hendri tersenyum mendengar ceritaku, aku jadi merasa tenang dan
sesaat tidak memikirkan rasa sakit yang aku rasakan.
Om Hendri
adalah adik laki-laki mama, dan sekaligus menjadi dokter pribadi keluarga kami
sejak mama melahirkan aku, karena diantara keluarga besar kami, hanya om Hendri
yang menjadi dokter, selain itu juga sejak aku dilahirkan, kesehatanku sering
terganggu, sehingga memerlukan pengawasan dan penanganan yang intensif dari
seorang dokter.
“om, tolong panggilkan mama, ada yang mau Mai sampein sama mama,
Mai udah gak kuat lagi om, kayanya waktu Mai udah gak banyak lagi om, Mai mau
pamit......” ucapku karena aku merasa tubuhku kembali terasa sakit dan nafasku
terasa agak berat.
“ok, tunggu sebentar ya.... om perlu ngomong pelan-pelan dulu
sama orang tua Mai, biar mereka gak panik,” ujar om Hendri sambil tersenyum dan
bergegas keluar ruangan.
Aku tidak tau
apa yang mereka bicarakan diluar, ketika terdengar suara ribut-ribut dan dengan
tergesa-gesa mama memasuki ruang perawatanku.
“Mai... gimana keadaanmu sayang?” dengan wajah panik mama
menghampiri dan memelukku.
“Mama, Mai gak kenapa-kenapa kok ma, Mai cuma pusing dikit aja
kok,” ucapku mencoba menenangkan mama, melihat keadaanku tangis mama langsung
pecah.
“Mai... Mai harus kuat ya... mama janji, mama akan nyariin
pengobatan yang bisa nyembuhin penyakit Mai... berapapun dan gimanapun caranya,
mama akan usahain buat kesembuhan Mai, dan mama juga janji, mama akan bawa Mai
liat bunga sakura secara langsung, tapi Mai harus kuat ya sayang...” sambil
berkata seperti itu air mata mama malah menetes lebih deras lagi dari
sebelumnya.
Sungguh aku
tidak sanggup melihat air mata dari mama ku tercinta ini, aku tau mama sangat
ingin aku sembuh, tapi aku merasa waktuku sudah gak lama lagi.
“ma, tolong panggilkan papa, Mai mau pamit,” ucapku. Dan
ucapanku ini cukup membuat mama tersentak.
“apa.... Mai, kamu gak boleh bilang kaya gitu sayang... Mai
harus kuat dan harus sembuh... Mai jangan menyerah,” mama menyemangati aku agar
aku jangan menyerah. Tapi aku harus bagaimana, aku merasa waktuku tidak lama
lagi.
“Ma, Mai mohon....” pintaku dengan suara yang lemah.
“baiklah Mai, tunggu sebentar sayang ya, mama panggilkan
papamu,” ucap mama sambil mengusap air mata yang tak henti-hentinya mengalir di
kedua pipinya.
Tidak lama
kemudian, mama keluar untuk memanggil papa masuk karena aku ingin bertemu papa.
Papa masuk di ikuti mama. Kedatangan mereka berdua kusambut dengan senyuman
yang lemah dari bibirku.
“papa... mama.... maafin Mai ya, kalo selama Mai jadi anak papa
dan mama, Mai selalu nyusahin, dan suka bandel, maafin Mai ma.... pa.....
tolong, relakan Mai ma.... pa, doakan Mai semoga Mai diterima di alam sana, dan
satu lagi pa.... ma, tolong anggap kak Arie sebagai pengganti Mai, anggap dia
seperti Mai, dan sayangilah dia seperti papa dan mama menyayangi Mai, ya.....”
pintaku dengan suara yang sangat lemah.
“sayang, sudah lah, jangan ngomong yang tidak-tidak, Mai pasti
sembuh, yah....” ujar papa dengan menahan tangis, sedangkan mama sudah tidak
bisa berkata apa-apa lagi, mama hanya menangis sambil memeluk dan menciumiku.
“pa, ma, jangan bohong, Mai udah tau, Mai gak bisa sembuh lagi,
dan Mai juga tau kalo waktu Mai untuk hidup udah gak ada lagi, untuk itu tolong
penuhi permintan terakhir Mai,” ucapku dengan nafas tersendat.
“oya ma, tolong berikan surat ini kepada kak Arie, tapi setelah
pemakaman Mai selesai, yah?” aku menyerahkan sepucuk surat kepada mama yang
udah dari kemarin aku persiapkan, dengan tangan gemetar mama menerima surat
itu.
“iya sayang, nanti mama sampaikan,”ucap mama dengan berlinang
air mata.
Aku tersenyum dan meminta mama untuk
memanggil orangtua kak Arie, sebelum mereka keluar, dengan bergantian mereka
memeluk dan menciumku dengan sayang, lalu bergegas keluar.
Kedua orangtua
kak Arie masuk dan menghampiriku yang sedang terbaring lemah di tempat tidur,
aku menyambutnya dengan senyum lemah tetapi kupaksakan, keadaan itu membuat ibu
menangis sedih.
“ayah, ibu, tolong maafkan Mai, jika selama ini Mai selalu
mengganggu kehidupan keluarga ayah dan ibu,” hanya itu kata-kata yang bisa
kuucapkan, karena tiba-tiba aku merasa sesak. Melihat itu ayah langsung berniat
untuk memanggil dokter, tetapi langsung kucegah.
“ayah, Mai mohon, tolong jangan panggil dokter, Mai udah tau ini
akan terjadi, ayah, ibu, Mai mohon, tolong maafkan semua kesalahan Mai,” dengan
susah payah aku mengatur nafasku kembali agar mudah mengucapkan kata-kata
terakhirku.
“Mai, seharusnya Mai jangan meminta maaf seperti itu, karena
sejak dulu kami sudah memaafkanmu sayang, kami sudah menganggapmu seperti anak
kami sendiri, malah kami yang seharusnya meminta maaf, karena tidak bisa ikut
menjagamu dengan baik,” ujar ibu sambil mencium keningku.
“terima kasih, ayah, ibu, sekarang Mai udah merasa tenang,”
ujarku sambil memaksakan untuk tersenyum manis.
“ibu, tolong panggilkan kakak yah? Mai juga ingin berpamitan
dengan kakak” lanjutku kepada mereka berdua yang hanya di jawab anggukan oleh
mereka berdua.
Aku melihat ada tetes bening air mata
mengalir dari kedua pelupuk mata kedua orangtua kak Arie, sungguh sebenarnya hati
ku sangat sedih dan tidak tega melihat orangtua kak Arie yang sangat aku
sayangi menangis, tapi aku tidak dapat melakukan apa-apa selain memandangi
mereka berdua berjalan menuju pintu keluar dengan senyum yang ku paksakan.
Terasa napas ku semakin sesak dan semakin
sulit untuk bernapas, aku memejamkan mata ku untuk mengatur sedikit pernapasan
ku hingga terasa agak lega, ketika saat itu terdengar oleh ku langkah kaki yang
mendekati pembaringan ku.
“Mai, bagaimana keadaanmu?” suara itu, itu adalah suara kak Arie,
laki-laki yang aku cintai.
Aku membuka kedua mata ku dan kudapati
kak Arie menghampiri dan menggenggam tanganku, dengan berlinang air mata dia
menatapku dengan pandangan yang bercampur aduk.
Dengan memaksakan diri aku mencoba untuk tersenyum.
“yah beginilah kak, rasanya sakit banget....”
Ujar ku dengan nada berat, karena napas ku terasa semakin berat.
“kakak kenapa nangis? Jelek tau gak...!” ujarku mencoba untuk
menggoda kak Arie.
“Mai... gak kok Mai,
kakak gak nangis, tapi gak tau nih kenapa air mata kakak bisa keluar sendiri
dan gak mau berhenti...” kak Arie mencoba untuk tersenyum, aku tau kak Arie bohong.
Sungguh gak masuk akal, mana mungkin air mata bisa keluar sendiri kalo gak ada
reaksi dari mata.
Dengan senyum
yang kupaksakan aku menyeka air mata yang mengalir di kedua pipi kak Arie, kak
Arie memegang dan menempelkan tanganku ke pipinya, melihat perlakuannya yang
seperti itu, aku sungguh tidak tega.
“kak, maafkan aku, atas semua salah dan kelakuanku yang selama
ini aku lakukan, baik yang ku sengaja ataupun tidak... maafkan aku kak.... selama
ini aku selalu merepotkanmu.... uhuukk.... hah.. hah....” aduh.. aku mulai
kehabisan napas...
“Mai, sudahlah...jangan bicara lagi... aku sudah memafkanmu...”
ujar kak Arie dengan wajah panik karena aku terengah-engah sambil
terbatuk-batuk kepayahan.
“kakak, aku udah gak ada waktu lagi, jadi tolong jangan hentikan
aku untuk bilang kata-kata terakhirku....”ujarku dengan tegas meski tubuh ku
terasa sangat kepayahan.
“Mai.....”
“kakak, aku mohon tolong kabulkan satu permintaan terakhir
ku....” aku memotong ucapannya karena aku sudah tidak kuat lagi untuk menahan
rasa sakit ini.
“Mai sudahlah.... jangan bicara kaya gitu, kamu pasti bisa
sembuh.....” aku tau kak Heri berkata seperti itu hanya untuk menghiburku, tapi
aku tau itu tidak mungkin lagi.
“kakak, aku mohon, tolong kabulkan...” pintaku dengan memelas.
Dia hanya bisa mengangguk karena tak
kuasa menahan gejolak kesedihan di hatinya, itu sangat terlihat jelas dari wajah
tampannya.
“apa... apa yang harus aku lakukan untuk mu Mai? Apapun akan aku
lakukan untukmu...” dengan berurai air mata akhirnya dia menyanggupi
permintaanku.
“kakak.... aku mohon, untuk pertama dan yang terakhirnya, aku
ingin kakak mencium dan memelukku, aku mohon kak....” ujarku dengan air mata yang tak dapat ku tahan
lagi.
Perlahan kak Arie mendekatkan bibirnya ke
bibirku, dan mengecup bibirku dengan lembut, terasa bibirnya bergetar, dan aku
merasakan ada tetes bening yang menetes ke pipiku, ternyata itu adalah air mata
kak Arie, setelah itu dia langsung memelukku, pelukan yang hangat dan
menenteramkan hatiku.
Aku merasa sangat nyaman dan entah sejak
kapan aku tidak merasakan sakit lagi, pelukan kak Arie sangat hangat dan
menenangkan, aku jadi ingin tidur, aku merasakan kantuk yang sangat berat, dan
lama kelamaan kesadaran ku semakin menghilang, tapi ada satu kata yang ingin ku
ucapkan untuk kak Arie dan aku memaksakan diri untuk mengucapkannya.
“kakak, terima kasih....” hanya itu yang dapat aku katakan, karena
seterusnya kurasakan sekelilingku menjadi gelap.... gelap.... gelap... dan
gelap....
*******
Epilog...
Di batu nisan itu tertulis nama dengan
ukiran yang sangat indah, Mairinka binti Hardi Irawan, wafat 6 Juni 2012, lahir
17 Oktober 1992.
Gundukan tanah itu masih terlihat basah,
di atasnya terlihat taburan bunga mawar putih yang hampir memenuhi seluruh
gundukan tanah itu, mawar putih adalah bunga favoritnya Mai. Gadis yang
bersemayam di dalam gundukan tanah itu.
Satu persatu pelayat pergi meninggalkan
tempat peristirahatan Mai yang terakhir, hanya tinggal kedua orang tua dan
keluarga Arie yang belum beranjak dari kuburan itu.
Tampak Ny. Irawan masih menangis sesenggukan
di pusara anak semata wayangnya, dengan mata yang sembab juga Tn. Irawan
memeluk dan menenangkan istrinya agar tabah.
Keluarga Arie juga tak dapat berkata
apa-apa, dengan wajah tertunduk dan mata yang sembab Ny. Hardinata menghampiri
Ny. Irawan dan mengajaknya beranjak dari tempat itu, dengan langkah gontai Ny.
Irawan menuruti ajakan wanita itu, kemudian
Tn. Irawan dan Tn. Hardinata mengikuti mereka dari belakang, di ikuti
oleh anak-anak Tn. Hardinata, kecuali Arie, pemuda itu masih berdiri mematung
di dekat batu nisan Mai.
Arie duduk berjongkok di samping batu nisan
itu dengan mata sembab karena dari semalam pemuda itu terus menangisi kepergian
Mai, gadis yang sebenarnya diam-diam dia cintai.
******
“ kakak, maafkan aku....
Mungkin setelah kakak membaca
surat ini aku sudah gak ada lagi di dunia ini....
Maafkan aku kak, aku pergi
tanpa memberitahukan keadaanku yang sebenarnya, bahwa aku mengidap penyakit
yang gak bisa disembuhkan lagi...
Mungkin kakak udah dengar
dari mama atau papa, bahkan mungkin dari ayah dan ibu, tentang penyakit yang
aku derita..
Benar kak, aku mengidap
penyakit kanker darah, leukimia stadium akhir..
Aku mengidap penyakit ini
udah sejak dua tahun yang lalu, sebelum kita bertemu di toko bunga itu, toko
yang kakak kelola dan jalankan sendiri di sela-sela kesibukan kuliah kakak...
Awalnya...
Aku kagum dengan pribadi
kakak yang dewasa dan mandiri...
Walaupun masih belum
menyelesaikan pendidikan kakak, tapi kakak sudah memikirkan untuk membuka dan
menjalankan usaha sendiri, tanpa tergantung kepada orang tua...
Tidak seperti aku, dari kecil
sampai aku besar, selalu saja tergantung dan merepotkan orang tua..
Karena itu, selama ini aku
menyembunyikan tentang penyakitku kepada kakak, karena aku gak mau kakak
mengasihani aku...
Aku tidak ingin kakak
mengenalku sebagai gadis yang penyakitan dan patut dikasihani yang hidupnya
hanya tergantung pada obat, tapi aku ingin kakak mengenalku layaknya
gadis-gadis yang lain, yang ceria, dan bersemangat..
Karena itu selama ini aku selalu
bersikap ceria di depan kakak agar kakak tidak menyadari keadaanku yang
sebenarnya...
Maafkan aku kak, selama ini
aku yang kakak kenal bukanlah aku yang sebenarnya..
Aku tau kakak tidak akan
memaafkan aku karena selama ini telah membohongi kakak, tapi ini aku lakukan karena
aku ingin merasakan bagaimana indahnya menikmati hidup yang hanya tinggal
beberapa waktu lagi, aku juga ingin kak merasakan indahnya jatuh cinta, hati
berdebar-debar karena perasaan bahagia ketika bersama orang yang dicintai.
Hal itu juga yang aku rasakan
ketika bersama kakak...
Kakak, sebenarnya selama ini
aku mencintai kakak, sangat mencintai kakak lebih dari apapun yang ada di dunia
ini, hatiku selalu berdebar-debar saat bersama kakak, tapi aku selalu memendam
perasaanku ini, karena aku tau, hidupku tidak lama lagi dan aku tidak ingin
membuat kakak bersedih jika kakak tau dan memiliki perasaan yang sama, karena
itu aku memutuskan untuk memendamnya saja..
Kakak, satu permintaanku,
tolong jangan bersikap dingin lagi terhadap gadis-gadis yang mendekati kakak,
aku tau kak selama ini banyak gadis-gadis yang menyukai dan mendekati kakak,
tapi kakak selalu bersikap dingin terhadap mereka, kakak selalu bersikap
seperti itu karena aku kan?
Aku tau kak, kakak ingin
menjadi kakak yang baik untukku yang anak tunggal ini dan kekurangan kasih
sayang dari papa dan mama..
Aku tau kak, selama ini kakak
hanya menganggapku sebagai seorang adik, karena itu selama ini aku berpura-pura
bahwa aku juga menganggap kakak hanya sebagai seorang kakak, selain itu tidak
ada yang bisa aku lakukan..
Kakak orang yang baik...
Karena itu aku mohon, bukalah
hati kakak untuk gadis-gadis itu dan pilihlah salah satu dari mereka yang kakak
yakin bisa mengerti akan diri kakak, aku yakin kak, kakak pasti bisa...
Dan tentang perasaan cintaku kepada
kakak, biarlah cinta ini kubawa sampai ajal menjemputku, karena bagiku,
hari-hari indah bersama kakak udah memenuhi semua keinginanku selama ini,
bagiku itu udah amat sangat cukup.
Sekarang raihlah kebahagiaan kakak sendiri...
Aku akan selalu menjaga dan mendukung kakak...
Selamat tinggal kak, dan terima kasih atas segalanya.
Adik
yang amat sangat mencintaimu,
Mai
Isak tangis tertahan dan butiran bening
mengalir deras di kedua pipinya, bibirnya bergetar dan badannya terguncang
hebat menahan gejolak kesedihan yang dirasakannya.
“Mai, kenapa begini? Kenapa gak dari dulu kau bilang kalau kau juga
mencintaiku, karena sebenarnya aku juga mencintaimu Mai, bukan sebagai seorang
adik... aku mencintai mu sebagai gadis yang istimewa di hatiku, dan berharap
suatu hari nanti kita bisa menikah.... aku berencana akan melamarmu setelah
acara wisuda sarjana kita... tapi kenapa ini harus terjadi....”
Arie terdiam
sesaat setelah menumpahkan isi hatinya didalam isak tangisnya, dan melanjutkan
kembali kata-katanya setelah perasaan hatinya tenang.
“ Mai, baiklah... aku mengerti, aku akan melakukan permintaanmu,
tapi aku butuh waktu, dan aku yakin, kau pasti akan selalu melindungi dan
mendukungku dari atas sana” lanjutnya sambil tersenyum dan memandang langit
yang mendung.
Disudut taman
bunga mawar yang lain, berdiri seorang gadis yang cantik, berwajah putih,
rambut hitam tergerai sepinggang, dan mengenakan gaun putih indah yang terbuat dari
sutra sedang memperhatikan Arie sejak tadi, tentu saja tanpa disadari oleh Arie
dan tidak akan pernah bisa disadari oleh manusia biasa mana pun, tidak
terkecuali Arie, karena gadis itu adalah Roh dari gadis yang dicintainya,
Mairinka.
Ketika Arie
memandang kelangit, gadis itu tersenyum dan berkata..
“kakak, terima kasih, ternyata kakak juga merasakan perasaan
yang sama sepertiku, dan sekarang, aku bisa pergi dengan tenang...”
Setelah mengatakan itu, gadis itu
menghilang seiring dengan derasnya air hujan yang tiba-tiba kembali turun mengguyur
bumi.
************ END ************